√ Sosok Wanita Di Festival Bau Nyale: Cerita Perjalanan Keliling Lombok Part 2 - alamatbima

Sosok Wanita Di Festival Bau Nyale: Cerita Perjalanan Keliling Lombok Part 2

Sosok Wanita Di Festival Bau Nyale: Cerita Perjalanan Keliling Lombok Part 2

festival bau nyale
Cerita Perjalanan Keliling Lombok Part 2
Alamatbima.com,- Halo, kembali lagi bersamaku melankolis muda. Dengan cerita perjalanan keliling Lombok part 2. Jadi, setelah dari pelabuhan aku langsung menuju rumah salah satu kawan di Lombok Tengah. Posisinya sudah jam 11 malem sampai disana. Istirahat tidur bakalan tak lama karena aku dan temen-temen bakalan mengikuti Festival Bau Nyale. Festival Bau Nyale sendiri adalah salah satu ritual untuk menangkap caci laut yang dilakukan oleh masyarakat Lombok atau suku sasak. Nah pelaksanaannya sendiri yakni di hari ke 20 setelah bulan purnama di bulan ke 10 kalender suku Sasak. Aku sih di ceritainnya gitu. Nah, pas banget ketika aku ke Lombok, bisa berkesempatan untuk ikutan festival tahunan ini.

Oh iya, sejarahnya sih, Festival Bau Nyale ini berawal ketika seorang Putri Mandalika (cantik banget katanya) menceburkan diri ke lautan. Itu karena sang putri bingung buat nentuin pilihan saat dipersunting oleh banyak pangeran. Nyale ini, menurut masyarakat Sasak sih jelmaan dari rambut sang putri. Makanya festival ini dilaksanakan secara rutin dalam setiap tahunnya.

Gimana udah tau kan Festival Bau Nyale itu apa? Hehe. Oke saat itu aku dan temen-temen berangkat jam 3.30 WITA. Pagi betul kan? Aku sih mikirnya kepagian. Tapi katanya ayahnya temenku malah kurang pagi. Awalnya gak percaya dengan penuturan beliau. Sampai akhirnya sampai di jalan raya, rame banget kendaraan yang menuju pantai. Ada yang naik motor, mobil, bak terbuka juga banyak. Aku sendiri naik mobil bak terbuka lho.

Jalan berkelok-kelok dilalui. Mata masih terasa ingin terpejam. Sedangkan riuh kendaraan bermotor saling bersahutan. Keadaannya aja masih gelap. Huft, mana tak kunjung sampai juga. Tujuan tempat pelaksanaan Festival Bau Nyale kali ini yaitu Pantai Tanjung Aan. Lebih tepatnya lagi pantai yang ada di balik bukit Merese. 

Setelah deru mobil terasa semakin panas. Melewati jalanan yang awalnya mulus jadi bergelombang bahkan bebatuan. Sampailah aku dan temen-temen lain di Pantai Tanjung Aan. Eits, dari pantai ini kita semua masih harus lanjut jalan kaki ke balik bukit Merese. Kurang lebih 10 menit lah santai banget. Butuh perjuangan emang buat ikutan festival ini.

festival bau nyale
Pemandangan Cahaya Lampu Dari Diatas Bukit
Setelah lelah menaiki bukit, masih harus turun pula. Dan disaat menuruni bukit itulah aku benar-benar percaya perkataan ayah temenku kalau sebenarnya aku dan temen-temen tuh berangkatnya kurang pagi. Terlihat sudah banyak cahaya lampu bertebaran bagai bintang di bibir pantai. Indah, takjub, dan bersyukur. Oke, lanjut turun sampe pantai.

Setelah mempersiapkan apa aja peralatan wajib buat berburu nyale. Bawa entah apa namanya deh, kalau di Jawa namanya saringan. Ember buat wadah. Kemudian senter karena kondisi emang masih gelap. Oke setelah itu langsung nyebur ke pantai. Mulai berbasah-basahan dan menyusuri bibir pantai. Terutama di bawah batu karang. 

festival bau nyale
Sunrise Bukit Merese
Karena aku gak pro dalam menangkap cacing ini. Jadi aku hanya basah aja yang didapat. Sementara liat orang-orang kok pada jago. Sekali saring dapat banyak. Ampun deh. Karena sudah mulai putus asa. Akhirnya aku cuma ngambil foto aja. Ku nikmati suasana yang belum terasakan ini. Dimana sunrise sudah mulai menampakkan diri. Jingga mewarnai langit. Riuh riang gembira masyarakat yang sedang berburu nyale. Bersyukur banget bisa berpartisipasi Festival Bau Nyale ini. Meskipun diri ini tak sanggup mendapatkan nyale.

Tapi ada satu hal yang membuatku penasaran. Yakni sosok wanita yang terlihat beda dari yang lain. Yang ketiga fajar datang malah hilang dan tak terlihat. Dengan pakaian yang sederhana tapi terlihat istimewa. Senyum manis dengan lesung pipi di sebelah kiri. Ingin rasanya menyapa. Tapi malah gak ketemu lagi. Huft, sekali lagi gak beruntung.

festival bau nyale
Masyarakat Mulai Beranjak Pulang
Setelah keadaan semakin terang. Orang-orang mulai menepi dan bergegas untuk pulang. Aku masih asyik menikmati suasana serta mengambil gambar. Sampai akhirnya ajakan untuk pulang juga terdengar di telingaku. Ku bereskan semua barang (kamera dan kawan-kawan), setelah itu ku beranjak untuk menaiki bukit. Rasanya, waktu terasa cepat berlalu, entah kenapa. 

Sampai diujung bukit, kembali berfoto-foto ria. Yang ketika berangkat tadi hanya nampak cahaya-cahaya terang lampu, kali ini malah suguhan pemandangan yang begitu bagus terlihat didepan mata. Hampir mirip seperti di Bukit Pengilon Yogyakarta deh. Tapi yang ini ada di Lombok. Jadi tempat berlangsungnya Festival Bau Nyale lagi. So, bagusnya nambah.

festival bau nyale
Anak Kecil Ujung Tebing
Lelah sudah mendera. Apalagi lapar, hal ini jangan ditanya. Karena memang semuanya belum sarapan. Hanya sekali gigit roti dan setenggak air mineral saja yang masuk. Pulanglah aku dan temen-temen dengan bangga. Yah, karena dalam satu rombongan ada yang berhasil mendapatkan nyale, hehe. Ohhh iya, warna nyale itu gak kayak cacing tanah lho. Warna-warni dan ukurannya juga lebih kecil. Ntar aku kasih gambarnya di bawah deh.

Mungkin itu aja cerita perjalanan keliling Lombok ku yang ke 2. Mengikuti Festival Bau Nyale dan berbaur bersama masyarakat Sasak. Benar-benar pengalaman yang bakalan gak bisa dilupain. Semoga tahun depan bisa ikutan festival ini lagi (aminn). Nantikan cerita ketiganya. Banyak pengalaman seru lainnya yang bakalan aku ceritain. 
Terima kasih.~

festival bau nyale
Nyale, Cacing Laut Yang Warna-warni


Sosok Wanita Di Festival Bau Nyale: Cerita Perjalanan Keliling Lombok Part 2

6 komentar

  1. Meski saya lahir di Lombok tapi belum pernah ikut tradisi ini

    BalasHapus
  2. pengen suatu saat pas ke lombok lagi bisa dipasin sama waktunya festival nyale ini. seru kalo liat langsung dan ikutan seseruan sama warga lokal pastinya

    BalasHapus