Alamatbima.com,- Indonesia masih banyak problematika yang belum usai mengenai kusta. Menurut WHO pun, negara kita masih menduduki peringkat ketiga pasien kusta terbanyak di dunia. Pasti problem ini bukan hanya jadi problem kesehatan saja, namun merambah ke lainnya, seperti ekonomi dan sosial. Akhirnya Kebebasan Bagi Orang Yang Pernah Mengalami Kusta Dari Semua Diskriminasi masih belum terwujud seutuhnya.
Kebebasan Bagi OYPMK |
Pasien kusta, sampai saat ini banyak mengalami perlakuan diskriminasi di masyarakat umum. Padahal tidak seharusnya demikian. Mereka juga punya yang sama dengan kita. Pada 24 Agustus 2022 kemarin, kembali aku bisa mengikuti Live YouTube yang dilakukan oleh Ruang Publik KBR. Membahas "Makna Kemerdekaan Bagi OYPMK, Seperti Apa?".
Dalam Live YouTube kali ini, Ruang Publik menghadirkan narasumber Dr. Mimi Mariani Lusli sebagai (Direktur Mimi Institute) yang juga seorang penyandang tunanetra, dan Mbak Marsina Dhede sebagai (OYPMK - Aktivitas Wanita dan Difabel).
Dr. Mimi ingin membiasakan masyarakat dapat berinteraksi dengan para teman-teman penyandang disabilitas, memberikan edukasi serta informasi seputar disabilitas melalui seminar, dan kegiatan publik lainnya yang dapat memberikan tambahan wawasan kepada masyarakat, penyandang disabilitas, dan OYPMK. Itu semua dilakukan melalui Mimi Institute.
Menurut Dr. Mimi juga, banyak para OYPMK yang datang ke Mimi Institute untuk melakukan konsultasi tentang penyakit yang sedang mereka derita. Banyak yang langsung drop baik fisik, pikiran, maupun mental karena masih banyak stigma buruk masyarakat yang menganggap mereka para OYPMK tidak berdaya. Dan akhirnya rasa minder pun muncul karena hal tersebut.
Bukan hanya rasa minder menurut Dr. Mimi, tapi rasa cemas yang berlebihan dan kekhawatiran tentang masa depan juga muncul. Karena untuk mendapatkan pekerjaan pun akan lebih sulit apabila stigma buruk masih banyak melekat di masyarakat luas. Oleh sebab itu, menumbuhkan rasa percaya diri bagi para OYPMK juga harus dibarengi dengan memberikan edukasi kepada masyarakat luas kalau para penyandang disabilitas dan OYPMK juga memiliki hak dan kebebasan yang sama.
Kemudian menurut penuturan Mbak Dhede, beliau yang pernah mengalami kusta saat masih berusia 8 tahun, selama 20 tahun beliau terus minum obat dan melakukan pemeriksaan untuk proses penyembuhan. Tentunya saat awal menderita Mbak Dhede sering mendapatkan perlakuan yang kurang baik oleh teman sebayanya. Di bully dan ditolak masyarakat karena dianggap penyakitan pun pernah dialami.
Mbak Dhede mengalami langsung stigma buruk masyarakat. Padahal seharusnya, dukungan lah yang harus dilakukan oleh masyarakat. Hal itu untuk mendorong agar tetap semangat dan kesembuhan bagi para penderita Kusta.
Dengan hadirnya Live YouTube yang dilakukan oleh Ruang Publik ini, diharapkan bagi para penyandang disabilitas dan OYPMK tetap semangat dalam berjuang. Dan bukan hanya itu, terbukanya pemikiran agar tidak memberikan stigma negatif oleh masyarakat pun juga harus tumbuh. Agar, kita semua memahami kalau penyandang disabilitas dan OYPMK juga memiliki hak dan kebebasan yang sama dengan kita semua.
Mungkin itu saja informasi yang bisa aku berikan, mari kita semua bersama-sama memberikan dukungan moril. Agar tercipta Kebebasan Bagi Orang Yang Pernah Mengalami Kusta dari semua Diskriminasi.